Rabu, 12 April 2017

Jelaga Tua Dunia

Orang bicara, manusia berbahasa, beberapa dari mereka tak dapat berdaya. Saat sulit berucap kata, diamlah saja baiknya tak usah berkata – kata. Banyak manusia sudah mati dan tiada, hanya berbekas raga tiada jiwa. Pada masa ini semua saling berkata, bertegur sapa, tanpa menatap muka. Satu berenang melawan arus, satu menyerah mengambang terbawa gelombang.


Orang bicara, manusia berbahasa, lelaki perempuan saling bertegur sapa, dan aku, hanya tertawa...

Selasa, 31 Januari 2017

Pagi Ini

Pagi ini, terasa cukup hangat di kulitku, walau sebenarnya matahari sudah cukup tinggi. Sekitarku terasa sunyi. Kicau burung dan gemericik hiasan gantung yang telah kulupakan namanya terdengar jelas dari luar jendelaku.

Pagi ini, 
hembusan lembut udara pagi menerpa wajahku. Tidak begitu dingin namun cukup menyejukan. Kupandangi keluar jendela kamarku yang berjeruji. Hijau jadi warna yang paling banyak ditangkap retina mata.

Pagi ini, 
aroma masakan ibuku mengalir lembut kedalam hidung. Bau yang menggugah selera. Bau yang membuat niatku untuk kembali tidur terkurungkan dalam benakku. Bau ini membuatku terduduk, berusaha berdiri dari ranjangku, dan tersenyum membayangkan asalnya.

Pagi ini, 
aku berusaha mengingat ingat mimpiki. Awal mula, serta akhirnya. Mimpi yang indah, namun apadaya aku terbangun. Kupanjangkan tanganku seakan berusaha meraihnya. Meraih mimpi yang jauh tinggi, entah dimana. Aku tersenyum.

Pagi ini, 
aku menyantap masakan ibuku dengan lahap, tanpa ragu, dan tanpa malu. Secangkir kopi instan menemani santap pagiku. Uap masih mengepul diatas cangkir kopiku.


Pagi ini, 
saat seluruh keluargaku terlihat di ruang makan, bibirku terbuka dan kuucapkan, “Selamat Pagi ...”

Some Random Minds

Tiada gading yang tak retak, tiada pula kisah yang tak terbahasakan. Disini sebuah kisah telah tertoreh, tergaris dalam gelombang semesta yang tak pula menunjukan senyumnya. Tubuh ini tertegun seorang diri, dalam kesendirian yang tak kunjung sirna. Apalah arti perasaan ini, tidak berbalas, tak pula bertuan, berjalan – jalan tanpa tujuan. Manis, asam, dan asin tak dapat terbantahkan. Bukan, bukanlah lidah yang merasa, bagian tubuh semu bernama hati nurani ini yang merasa. Tiada artinya, tiada pula wujudnya, namun sakit yang terasakan. Roda terus berputar, hidup terus berputar, waktu terus berjalan kedepan, namun hanya rasa ini yang tiada dapat bergerak, tiada menjauh maupun mendekat. Aku terbaring disini, tanpa daya, tanpa tenaga, bagai jelaga pada sebuah alat besi bundar di dapur ibuku.

Tak ada yang dapat kubuat, ataupun kuperbuat. Aku hanya tertegun didepan alat yang nyata ini, untuk menorehkan perasaanku yang semu. Dalam bayangku, aku akan dapat membahasakan cerita di pikiranku ini, setidaknya satu dua halaman lebih lanjut. Namun apalah dayaku, aku hanya terbaring disini, memikirkan tawanya yang menjijikan, namun menenangkan, yang membuatku lupa akan segalanya, hanya memori menyenangkan dengannya. Bagaimana bisa kutulis ceritaku hanya dengan bermodalkan kisah  menyenangkan dengannya, kisahku ini seharusnya bukan kisah bahagia, namun aku terus berharap jikalau kisah ini berakhir bahagia. Maafkanlah naifku ini, maaf, dan sekali lagi maaf
.