Tiada gading yang tak retak, tiada pula kisah yang tak
terbahasakan. Disini sebuah kisah telah tertoreh, tergaris dalam gelombang
semesta yang tak pula menunjukan senyumnya. Tubuh ini tertegun seorang diri,
dalam kesendirian yang tak kunjung sirna. Apalah arti perasaan ini, tidak
berbalas, tak pula bertuan, berjalan – jalan tanpa tujuan. Manis, asam, dan
asin tak dapat terbantahkan. Bukan, bukanlah lidah yang merasa, bagian tubuh
semu bernama hati nurani ini yang merasa. Tiada artinya, tiada pula wujudnya, namun
sakit yang terasakan. Roda terus berputar, hidup terus berputar, waktu terus
berjalan kedepan, namun hanya rasa ini yang tiada dapat bergerak, tiada menjauh
maupun mendekat. Aku terbaring disini, tanpa daya, tanpa tenaga, bagai jelaga
pada sebuah alat besi bundar di dapur ibuku.
Tak ada yang dapat kubuat, ataupun kuperbuat. Aku hanya
tertegun didepan alat yang nyata ini, untuk menorehkan perasaanku yang semu.
Dalam bayangku, aku akan dapat membahasakan cerita di pikiranku ini, setidaknya
satu dua halaman lebih lanjut. Namun apalah dayaku, aku hanya terbaring disini,
memikirkan tawanya yang menjijikan, namun menenangkan, yang membuatku lupa akan
segalanya, hanya memori menyenangkan dengannya. Bagaimana bisa kutulis ceritaku
hanya dengan bermodalkan kisah
menyenangkan dengannya, kisahku ini seharusnya bukan kisah bahagia,
namun aku terus berharap jikalau kisah ini berakhir bahagia. Maafkanlah naifku
ini, maaf, dan sekali lagi maaf.